BAB VIII.
ASPAL
8.1 Pendahuluan
Pengertian Aspal
8.2 Jenis aspal
2.Aspal minyak
Gambar .1 Proses destilasi minyak bumi
8.3 Kepekaan aspal terhadap temperatur
Telah diketahui bahwa aspal merupakan bahan perekat termoplastis. Dengan sifat seperti ini aspal sangat peka terhadap perubahan temperatur. Setiap jenis aspal memiliki kepekaan yang berbeda-beda, walaupun aspal tersebut memiliki penetrasi dan vskositas yang sama, karena kepekaan sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan kimia yang dikandung aspal tersebut. Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang temperatur yang cocok untuk pelaksanaan pekerjaan.
Pada Gambar 2 dibawah memberikan ilustrasi tentang dua jenis aspal yang mempunyai nilai viskositas yang sama pada temperatur 60º C, tetapi berbeda pada temperatur yang lainnya.
60ºC |
Aspal A |
Aspal B |
Aspal A dan B memi- liki viskositas yg ssamasama |
Dari Gambar di atas, aspal A lebih peka terhadap perubahan temperatur dibandingkan dengan aspal B. Kepekaan terhadap lama waktu pelaksanaan perkerasan jalan dan perubahan temperatur sepanjang masa pelayanan jalan, jika menggunakan aspal A lebih tinggi daripada jika menggunakan aspal B
Aspal yang mengandung lilin (wax) lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Kepekaan temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak/mengeras. Parameter pengukur kepekaan aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi ( Penetration index = PI )
Di mana
PI = Indeks Penetrasi
TRB = Temperatur titik lembek aspal, º C
Pen25ºC = Nilai penetrasi pada suhu 25 ºC dengan pembebanan 100 gram
selama 5 detik
PenRB = Nilai penetrasi pada suhu TRB, pada pembebanan 100 gram
selama 5 detik, jika tidak ada data, nilai dapat diasumsikan = 800
Nilai PI antara – 1 dan + 1 adalah nilai PI yang umum dimiliki oleh aspal yang digunakan untuk material perkerasan jalan
8.4 Fungsi Aspal Sebagai Material Perkerasan Jalan
Gambar 3 Fungsi aspal pada setiap butir agregat
Gambar 4 Sketsa perbedaan fungsi aspal pada lapisan perkerasan jalan (Silvia Herman)
8.5 Aspal keras
Tabel 8.1Spesifikasi AASHTO M 20-70 (1990)
Jenis Aspal (sesuai penetrasi) | 40-50 | 60-70 | 85-100 | 120-150 | 200-300 |
Penetrasi (25ºC, 100 gr, 5 det) Titik nyala, cleaveland open cup ºC Daktilitas ( 25º C, 5 cm/men, cm) Solubilitas dalam CC14, % Kehilangan berat, % Penetrasi setelah kehilangan berat Daktilitas setelah kehilangan berat, (25º C, 5 cm/men, cm) | 40-50 ≥ 235 ≥ 100 ≥ 99 ≤ 0,8 ≥ 58 | 60-70 ≥ 235 ≥ 100 ≥ 99 ≤ 0,8 ≥ 54 ≥ 50 | 85-100 ≥ 235 ≥ 100 ≥ 99 ≤ 1 ≥ 50 ≥ 75 | 120-150 ≥ 220 ≥ 100 ≥ 99 ≤ 1,3 ≥ 46 ≥ 100 | 200-300 ≥ 180 ≥ 100 ≥ 99 ≤ 1,5 ≥ 40 ≥ 100 |
Tabel 8.2 Spesifikasi Aspal Keras menurut Bina Marga (1999)
Jenis aspal (sesuai penetrasi) | 60 | 80 |
Penetrasi (25ºC, 100 gr, 5 det) Titik nyala, cleaveland ºC Daktilitas ( 25º C, 5 cm/men, cm) Solubilitas dalam CC14, % Kehilangan berat, % Penetrasi setelah kehilangan berat, % semula Berat jenis (25ºC) | 60-79 ≥ 200 ≥ 100 ≥ 99 ≤ 0,4 ≥ 75 1 | 80-99 ≥ 225 ≥ 100 ≥ 99 ≤ 0,6 ≥ 75 1 |
Sifat aspal keras dan pengujiannya
Sifat aspal keras dibedakan menjadi sifat kimia dan sifat fisis.
1.Sifat kimia
Aspal dibagi menjadi dua bagian besar. Yang pertama adalah bagian padat, disebut aspaltene. Bagian inilah yang bersifat sebagai perekat. Selanjutnya bagian cair yang berfungsi sebagai pelarut, disebut maltene. Maltene umumnya terdiri dari :
a. cairan basa nitrogen yang bersifat mendispersikan aspal keras.
b. cairan accidafin satu yang melarutkan aspal keras.
c. cairan accidafin dua besifat hampir sama dengan accidafin satu.
d. cairan parafin berupa gel yang membungkus butiran aspal keras.
Sifat dan jumlah maltene mempengaruhi sifat rekatan aspal dan keawetannya. Agar sifat rekatan aspal optimum maka perbandingan antara jumlah aspaltene dan maltene disebut “Maltene Distribution ratio” harus lebih kecil atau sama dengan 1,5.
Maltene Distribution Ratio (MDR) = N% + A1% = ≤ 1,5
P % + A2%
2. Sifat fisis
a.Penetrasi
Karena persyaratan aspal berbeda untuk masing-masing tingkat kekerasan aspalnya (penetrasinya), maka pengujian ini mutlak dilakukan sebelum pengujian yang lain dilaksanakan.
b.Titik nyala dan titik bakar
Yang dimaksud dengan titik nyala adalah nyala singkat, kurang dari 5 detik pada permukaan benda uji pada saat nyala penguji disimpangkan diatas nya. Sedangkan yang dimaksud dengan titik bakar adalah apabila pada saat nyala penguji disimpangkan di atas permukaan benda uji timbul nyala lebih dari 5 detik.
Pengujian titik nyala dengan alat penentu titik nyala model bejana terbuka (cleveland open cup) .
c.Penurunan Berat Aspal
Kualitas aspal dapat diketahui dari penurunan berat aspal apabila dilakukan dengan tebal dan berat tertentu dalam waktu + 24 jam. Aspal yang kualitasnya baik menutur standar ASTM D-6-80 adalah aspal yang mengalami penurunan berat kurang dari 0,4%. Kehilangan berat aspal dapat diuji dengan memanaskan contoh aspal yang telah diketahui berat asalnya dalam oven khusus yang dilengkapi piringan yang dapat berputar pada suhu (163 ± 1)º C selama lima jam. Setelah itu aspal ditimbang dan diuji penetrasinya, sehingga didapat kehilangan beratnya, dan penurunan penitrasi setelah kehilangan berat.
d.Kelarutan Aspal dalam Karbon Tetra Klorida
Untuk menguji kemurnian aspal, karena kemungkinan aspal mengandung bahan tak larut seperti garam, kotoran abu, karbon atau mineral lainnya, dilakukan pengujiannya dengan melarutkan aspal dalam Carbon Bisulfida (CS2), kemudian bagian yang tidak larut ditimbang. Cairan pelarut lainnya yang biasa dipakai adalah karbon Tetraklorida (CCL4). Cairan ini tidak mudah terbakar dibanding dengan CS2, maka lebih sering pakai, meskipun hasilnya kurang teliti karena ada zat karbon yang seharusnya larut dalam CS2 tapi tidak larut dalam CCl4.
e.Daktilitas Aspal
Pengujian daktilitas dibutuhkan untuk mengetahui sifat kohesi dan plastisitas aspal. Pengujian dilakukan dengan mencetak aspal dalam cetakan khusus dan meletakannya kedalam tempat pengujian. Tempat pengujian berisi airyang memiliki berat jenis yang sama dengan berat jenis aspal. Agar berat jenis air mendekati berat jenis aspal, maka jika berat jenis air lebih tinggi dari berat jenis aspal, air tersebut harus ditambah Methyl Alcohol, tetapi sebaliknya jika berat jenis air lebih rendah dari berat jenis aspal, tambah dengan Sodium Klorida (NaCl) Nilai daktilitas aspal adalah panjang contoh ketika putus pada saat dilakukan penarikan dengan kecepatan 5 cm permenit.
f. Titik lembek aspal,
Yang dimaksud titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin ukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak dibawah cincin dengan ketinggian tertentu akibat kecepatan pamanasan suhu. Alat untuk menguji titik lembek adalah Ring and Ball
Gambar : Alat pengujian titik lembek Ring and ball
Titik lembek diuji untuk mengetahui pada suhu berapa aspal tersebut dari kondisi keras menjadi lembek. Jika diketahui suhunya, maka pemakaian aspal tersebut tidak boleh digunakan pada kondisi jalan dengan suhu permukaan lebih besar dari suhu titik lemeknya. Jadi jika aspal memeiliki titik lembek 45ºC, artinya aspal tersebut jangan dipakai pada suhu permukaan jalan lebih dari 45ºC.
g.Berat Jenis Aspal
Di dalam perhitungan rancangan campuran dibutuhkan parameter penunjuk berat, yaitu berat jenis agregat. Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan berat volume air.Berat jenis aspal tanpa campuran biasanya berkisar antara 1,02 sampai 1,05 pada suhu 250 C. Angka yang tinggi dicapai untuk aspal keras, dan yang rendah untuk aspal cair. Makin keras aspal umumnya berat jenis makin tinggi. Berat jenis dipengaruhi oleh perubahan suhu dimana pemuaian dapat mengakibatkan perubahan volume. Pada Gambar terlihat skema volume butir agregat, yang terdiri dari volume agregat masif (Vs), volume pori yang tidak dapat diresapi oleh air (Vi), volume pori yang dapat diresapi air (VP + Vc), dan volume pori yang dapat diresapi aspal (VC).
VS + VP + Vi + Vc = volume total butir agregat
Vp + Vi + Vc = volume pori agregat
Gambar. Skematis bagian dari butir agregat
Terdapat tiga jenis berat jenis (specific gravity) yaitu: berat jenis bulk (bulk specific gravity), berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), dan berat jenis semu (apparent specific gravity). Berat jenis efektif (efective specific gravity), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat kering, dan volume agregat yang tak dapat diresapi aspal (Vs+Vi +Vp). Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering.
Dalam rentang suhu antara 250 C sampai 2000 koefisien pemuaian adalah 0,0006per 0C. Cara menentukan berat jenis biasanya untuk aspal padat menggunakan piknometer (untuk mengukur berat serta volumenya) sedang untuk aspal cair dipakai aero meter.
9.6 Beton Aspal
9.7 Agregat untuk perkerasan jalan
Bina Marga membedakan agregat menjadi :
1.Gradasi Agregat
Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak, karena tak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat terdistribusi dari agregat berukuran besar sampai kecil secara merata, maka rongga atau pori yangterjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berukuran lebih kecil.
Jenis Gradasi Agregat, terdiri dari:
Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat kasar.
Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat halus.
Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi baik. Terdapat berbagai macam nama gradasi agregat yang dapat dikelompokkan ke dalam agregat bergradasi buruk, seperti :
Agregat bergradasi seragam, adalah agregat yanghanya terdiri dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butir yang cukup besar, sehingga sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi ukuran butir yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada rentang yang sempit.
Agregat bergradasi terbuka, adalah agregat yangdistribusi ukuran butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan baik.
Agregat bergradasi senjang, adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali.
Secara umum terdapat perbedaan yang mendasar dari sifat campuran agregat bergradasi baik dan buruk seperti yang terlihat pada Tabel 9.3
Gambar 9.5 Ilustrasi rentang ukuran butir pada berbagai gradasi
Tabel 9.3 Sifat agregat campuran
Sifat | Agregat bergradasi buruk | Agregat bergradasi balk |
Stabilitas | buruk | Baik |
Permeabilitas | baik | Buruk |
Tingkat kepadatan | buruk | Baik |
Rongga pori | besar | Sedikit |
Ukuran Maksimum Agregat, dinyatakan dengan :
Ukuran maksimum agregat, yaitu menunjukkan ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100%.
Ukuran nominal maksimum agregat, menunjukkan ukuran saringan terbesar dimana agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak tidak lebih dari 10%.
Ukuran maksimum agregat ikut menentukan tebal minimum lapisan perkerasan yang mungkin dapat dilaksanakan. Sebagai patokan awal, tebal lapisan minimum sama dengan dua kali ukuran agregat maksimum.
Tabel 9.4 menunjukan tipe-tipe gradasi agregat berdasarkan Aspalt Institute.
Mix Type | 2½ in | 1½ in | 1 in | ¾ in | ½ in | 3/8 in | # 4 | # 8 | #16 | # 30 | # 50 | #100 | # 200 | Percent Aspalt |
I A | 100 | 35-70 | | 0-15 | | | | 0-5 | | | | | 0-3 | 3.0-4.5 |
II a | | | | | | 100 | 40-85 | 5-20 | | | | | 0-4 | 4.0-5.0 |
II b | | | | | 100 | 70-100 | 20-40 | 5-20 | | | | | 0-4 | 4.0-5.0 |
II c | | | | 100 | 70-100 | 45-75 | 20-40 | 5-20 | | | | | 0-4 | 3.0-6.0 |
II d | | | 100 | 70-100 | | 35-60 | 15-35 | 5-20 | | | | | 0-4 | 3.0-6.0 |
II e | | 100 | 70-100 | 50-80 | | 25-60 | 10-30 | 5-20 | | | | | 0-4 | 3.0-6.0 |
III a | | | | | 100 | 75-100 | 35-55 | 20-35 | | 10-22 | 6-16 | 4-12 | 2-8 | 3.0-6.0 |
III b | | | | 100 | 75-100 | 60-85 | 35-55 | 20-35 | | 10-22 | 6-16 | 4-12 | 2-8 | 3.0-6.0 |
III c | | | | 100 | 75-100 | 60-85 | 30-50 | 20-35 | | 5-20 | 3-12 | 2-8 | 0-4 | 3.0-6.0 |
III d | | | 100 | 75-100 | | 45-70 | 30-50 | 20-35 | | 5-20 | 3-12 | 2-8 | 0-4 | 3.0-6.0 |
III e | | 100 | 75-100 | 60-85 | | 40-65 | 30-50 | 20-35 | | 5-20 | 3-12 | 2-8 | 0-4 | 3.0-6.0 |
IV a | | | | | 100 | 80-100 | 55-75 | 35-50 | | 18-29 | 13-23 | 8-16 | 4-10 | 3.5-7.0 |
IV b | | | | 100 | 80-100 | 70-90 | 50-70 | 35-50 | | 18-29 | 13-23 | 8-16 | 4-10 | 3.5-7.0 |
IV c | | | 100 | 80-100 | | 60-80 | 48-65 | 35-50 | | 19-30 | 13-23 | 7-15 | 0-8 | 3.5-7.0 |
IV d | | 100 | 80-100 | 70-90 | | 55-75 | 45-62 | 35-50 | | 19-30 | 13-23 | 7-15 | 0-8 | 3.5-7.0 |
V a | | | | | 100 | 85-100 | 65-80 | 50-65 | 37-52 | 25-40 | 18-30 | 10-20 | 3-10 | 4.0-7.5 |
V b | | | | 100 | 85-100 | | 65-80 | 50-65 | 37-52 | 25-40 | 18-30 | 10-20 | 3-10 | 4.0-7.5 |
VI a | | | | | 100 | 85-100 | | 65-78 | 50-70 | 35-60 | 25-48 | 15-30 | 6-12 | 4.5-8.5 |
VI b | | | | 100 | | 85-100 | | 65-80 | 47-68 | 30-55 | 20-40 | 10-25 | 3-8 | 4.5-8.5 |
VII a | | | | | | 100 | 85-100 | 80-95 | 70-89 | 55-80 | 30-60 | 10-35 | 4-14 | 7.0-11.0 |
VIII a | | | | | | | 100 | 95-100 | 85-98 | 70-95 | 40-75 | 20-40 | 8-16 | 7.5-12 |
Tabel 9.4. Tipe-tipe agregat berdasarkan Aspalt Institute
mau tanya dong, accidafin I sama accidafin II itu cairan dari maltene ya? bukan nama unsur kimia?
BalasHapus